Ekonom
Center for Information and Development Studies (Cides) Umar Djuoro mengatakan,
perbaikan ekonomi negara maju memang masih akan memukul negara berkembang,
terutama Indonesia. Sebab, spesifik untuk perbaikan di Amerika Serikat terjadi
karena mereka mengurangi impor energi lewat produksi shale gas dan mendorong
pertumbuhan industri manufaktur. Akibatnya permintaan impor AS tidak tumbuh
terlalu banyak meski pertumbuhan ekonomi terpacu.
Proyeksi
pertumbuhan ekonomi dunia kembali dikoreksi ke atas. Dana Moneter Internasional
(IMF) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi dunia ditunjang adanya perbaikan
ekonomi di negara maju. Meski demikian, perekonomian negara berkembang belum
mendapat angin segar.
Umar
Djuoro mengatakan, perbaikan ekonomi negara maju memang masih akan memukul
negara berkembang, terutama Indonesia. Sebab, spesifik untuk perbaikan di
Amerika Serikat terjadi karena mereka mengurangi impor energi lewat produksi
shale gas dan mendorong pertumbuhan industri manufaktur. Akibatnya permintaan
impor AS tidak tumbuh terlalu banyak meski pertumbuhan ekonomi terpacu.
"Recovery
AS jadi tidak seperti waktu yang lalu, tidak memberi manfaat pada negara
berkembang. Malah, recovery AS ini menyebabkan modal kembali ke sana karena The
Fed (Federal Reserve) melakukan tapering off. Jangka pendeknya buat Indonesia
dampaknya malah negatif." ujar Umar pada Media Indonesia.
Indonesia
disebut Umar berada dalam periode transisi, yakni ketika negara maju mulai
pulih dan di dalam negeri dicoba untuk dilakukan reformasi struktural. Dalam
periode ini, ia melihat pertumbuhan ekonomi Indonesia belum bisa pesat.
Namun,
lain dengan perkiraan pemerintah di mana periode stabilisasi ini akan berakhir
di 2014, Umar justru yakin tahun depan ekonomi Indonesia belum bisa digas.
"Begitu ekonomi negara maju pulih, The Fed akan naikkan suku bunga. Ini
otomatis BI (Bank Indonesia) naikkan juga. Kalau begitu, pertumbuhan ekonomi
belum bisa tinggi," katanya seraya menyebutkan pertumbuhan ekonomi 2014
dan 2015 paling tinggi hanya akan mencapai 5,7%.
Di
dalam negeri, Umar juga mencermati kemungkinan akan terjadi gangguan harga
akibat pasokan pangan yang terganggu banjir. Jika inflasi tinggi, maka BI dapat
bereaksi dengan menaikkan suku bunga lagi. IMF
memberi perhitungan optimististis pertumbuhan ekonomi dunia yang diperkirakan
3,7% atau naik 0,1% dari proyeksi sebelumnya yang dikeluarkan Oktober 2013.
Catatan
tambahan, sebelum IMF membuat perubahan proyeksi ekonomi 2014, Bank Dunia lebih
dulu merevisi proyeksi ekonominya. Versi Bank Dunia pertumbuhan ekonomi 2014
akan mencapai 3,2%, lebih tinggi dibanding proyeksi sebelumnya yang 3%.
Namun,
proyeksi ekonomi Bank Dunia untuk Indonesia tidak diubah. Indonesia masih
divonis tumbuh melambat di 2014 hanya 5,3%. Indonesia
bersama Meksiko, Nigeria, dan Turki mendapat julukan baru sebagai calon raksasa
ekonomi dunia.
Empat
negara ini - disingkat MINT - diperkirakan akan menggeser pesona Brasil, Rusia,
India dan Cina (BRIC) yang pertumbuhan ekonominya mengesankan dalam beberapa
tahun terakhir. Dilihat
dari sejumlah faktor, Indonesia memang punya potensi untuk berkembang pesat.
Ekonom Indef Enny Sri Hartati menyebut potensi Indonesia sebetulnya jauh lebih
besar dari India dan Cina, yang sudah lebih dulu jadi primadona investor dunia.
"Pertumbuhan
ekonomi utamanya ditunjang oleh dua faktor, yaitu sumber daya manusia dan
sumber daya alam. Indonesia unggul di dua faktor ini. Tapi potensi, lagi-lagi
hanya sebatas potensi. Kalau tidak dimanfaatkan dengan baik, potensi bisa
hilang dan pihak lain yang menikmati."
Lalu,
pertanyaannya mampukah Indonesia berbenah untuk mencapai ekonomi lepas landas?
Dan mungkinkah tahun ini menjadi titik balik menuju pertumbuhan ekonomi dua
digit?
Momok
Infrastruktur
Sebagian
Bandar Udara Halim Perdana Kusuma, Jumat (10/01) pagi itu sudah disulap menjadi
bandara komersial. Di luar terminal, kios makanan buka sendari pagi, begitupun
taksi berbagai rupa siap sudah berderet menanti penumpang.
Di
dalam, sejumlah petugas sebuah maskapai sibuk di balik bilik-bilik check-in,
pemindai barang disiapkan di depan ruang tunggu berkarpet, dan sesekali suara
pengumuman jadwal penerbangan terbaru dikumandangkan dari mikrofon.
Pagi
itu, pesawat maskapai bertarif rendah Citilink terbang perdana dari Halim menuju
Malang. Ini adalah penerbangan komersial terjadwal pertama yang beroperasi pada
10 Januari lalu di bandara militer itu. Transformasi
Halim ini terbilang mendesak untuk mengurangi padatnya lalu lintas Bandara
Soekarno Hatta.
Kapasitas
Soekarno Hatta hanya bisa menampung 22 juta penumpang per tahunnya, pada 2013
lalu sudah kelebihan kapasitas dua kali lipat dan terpaksa menerbangkan 55 juta
orang.
Kementerian
Perhubungan mengambil jalan cepat. Halim yang cukup padat dengan aktivitas
militer dan penerbangan VVIP harus berbagi dengan pesawat komersil, bahkan
sebelum analisa dampak lingkungan rampung dilakukan.
Pemindahan
sebagian penerbangan ke Halim dinilai tidak berdampak signifikan. Wakil
Menteri Perhubungan Bambang Susantono berkilah ini hanya solusi sementara.
"Jangka menengah, Soekarno Hatta akan diperluas dan jangka panjang akan
dibangun bandara baru di Karawang."
Namun
menurut Pakar Transportasi Universitas Indonesia, Ellen Tangkudung, ini adalah
contoh nyata bagaimana desain infrastruktur di Indonesia lamban dan tidak
pernah bisa mengantisipasi tingginya permintaan. Pertumbuhan
ekonomi yang cukup baik dengan rerata 6% per tahun dan munculnya tren
penerbangan murah telah membuka akses bagi siapapun untuk terbang.
"[Pemerintah]
seperti pemadam kebakaran saja ini, di Soekarno Hatta sudah sangat overload
kemudian diredam sedikit dengan pindah ke Halim," katanya. Menurut
ekonom Enny Sri Hartati letak permasalahan justru lebih dalam. "Ini soal
kesalahan desain kebijakan pembangunan," katanya.
"Pembangunan
berlangsung terus menerus, karena itu harus ada peta jalannya, pendek,
menengah, dan panjang. Kita saat ini punya Rencana Pembangunan Jangka Menengah
(RPJM), tetapi sifatnya dijalankan berdasarkan tafsir dan keinginan dari yang
berkuasa. Kalau rezim berubah, peta jalan berubah, bagaimana bisa
berkesinambungan?"
Selain
itu, pembangunan terpusat di sekitaran Jawa juga menjadi penghambat, padahal
potensi di luar Jawa sangat besar. Kebijakan
yang membatasi dan birokrasi
Selain
masalah infrastruktur yang terus membayangi pertumbuhan, berbagai masalah
birokrasi dan kebijakan yang membatasi gerak pengusaha juga dinilai akan
menjadi penghambat. Awal
tahun ini misalnya pelaku ekonomi dihadapkan aturan pelarangan ekspor mineral
mentah. Menteri
Keuangan Chatib Basri mendukung kebijakan itu dan mengatakan tahun ini harus
menjadi "akhir dari ledakan tren mineral mentah".
"Dalam
15-20 tahun, kita tidak bisa mengandalkan sumber daya alam. Karena produksi
shale gas di Amerika Serikat akan membuat ketergantungan AS terhadap Timur
Tengah berkurang.
"Begitu
ketergantungan berkurang, harga minyak dan komoditas akan menurun, padahal 65%
ekspor Indonesia [saat ini] masih terkait dengan komoditas dan energi,"
katanya dalam Indonesia Summit.
Konsultan
bisnis dan CEO CastleAsia, James Castle, mengatakan aturan ini mungkin bagus
dalam jangka panjang, tetapi dalam jangka pendek kebijakan ini tidak hanya
menyakiti investor asing yang ingin memanam modal di sektor minerba, tetapi
juga bagi investor dalam negeri. Pasalnya,
pemerintah hanya menentukan target, tanpa dibarengi rencana matang untuk menuju
ke sana sehingga banyak pengusaha tambang yang kebingungan dan tidak siap.
"Ini
adalah contoh gaya ekonomi perintah-dan-kontrol warisan era Soeharto. Saya beri
tahu apa yang Anda lakukan. Caranya bagaimana? Anda cari tahu sendiri jalannya.
Ini bukanlah perencanaan tapi perintah," kata James yang berpengalaman 20
tahun berbisnis di Indonesia.
Birokrasi
dan manajemen pemerintahan yang buruk adalah pekerjaan rumah penting yang harus
dibenahi, karena peran negara dalam beberapa tahun ke depan akan semakin
dominan dibandingkan dengan sektor swasta untuk menggenjot perekonomian, lanjutnya.
Masih
punya peluang
Meskipun
ruang gerak investor semakin terbatas, nyatanya masih ada peluang yang terbuka
lebar untuk mengembangkan bisnis di Indonesia. Chatib
Basri mengatakan berbagai insentif dan kelonggaran pajak ditawarkan dalam
sektor tertentu untuk menggenjot inovasi dan teknologi.
Ini
dilakukan untuk "mengakhiri era tenaga kerja murah" agar ekonomi
dapat tumbuh berkelanjutan di masa depan. Industri
garman Indonesia merupakan salah satu sektor yang paling bisa bersaing di
dunia.
"Kita
harus bergerak ke inovasi dan teknologi. Kita tidak bicara soal membuat roket
atau pesawat tetapi dalam sektor garmen misal, kita bisa menumbuhkan pasar
khusus, batik, fesyen."
"Victoria
Secret misalnya diproduksi di sini karena kualitasnya bagus," katanya. Untuk
menunjang inovasi tersebut, Kementerian Keuangan menawarkan sejumlah keringanan
bagi perusahaan yang akan membangun pusat riset dan teknologi di Indonesia.
Sektor swasta diharapkan mampu memperbanyak lembaga pelatihan agar kualitas
sumber daya manusia meningkat.
Selain
itu, industri di sektor tengah akan mendapat insentif karena kebanyakan
industri manufaktur Indonesia hanya terpusat di sekor hulu dan hilir saja.
Titik
balik
Dengan
berbagai hambatan dan peluang, tahun 2014 bisa dikatakan menjadi titik balik
yang akan menentukan ke mana arah ekonomi Indonesia dalam beberapa tahun
mendatang. Kepemimpinan
menurut Ekonom Indef Enny Sri Hartati menjadi kunci untuk membenahi semua
persoalan infrastruktur dan birokrasi.
Pemimpin
baru, lanjutnya, harus bisa memetakan dan mengarahkan perekonomian sesuai
dengan amanat undang-undang, bukan sekedar mengejar ambisi untuk tumbuh dua
digit.
"Apakah
harus dua digit? Apakah kita harus meniru pertumbuhan Cina? Menurut saya tidak.
Karena amanat undang-undang dasar sangat jelas sekali bahwa tugasnya adalah
menyejahterakan seluruh rakyat Indonesia. Apakah pertumbuhan dua digit perlu?
Itu adalah instrumen saja yang dipilih untuk mencapai tujuan."
"Kalau
ekonomi tumbuh pesat tetapi porsinya timpang, kesenjangan akan semakin tinggi
dan yang menikmati kekayaan hanya sekian persen saja," tambahnya.